Komersialisasi Teknologi


Kata “komersialisasi” sangat tidak disukai oleh sebagian besar kalangan akademik. Setidaknya itu yang terekam dalam pikiran saya. Ketika beberapa tahun lalu berbicara tentang komersialisasi teknologi, hampir lebih banyak yang skeptis dari pada yang optimis. Demikian juga saya menjumpai di kalangan pemerintah, hingga kini sering menghindari penggunaan kata komersialisasi dengan “hilirisasi”, barangkali dianggap berkonotasi lebih sopan. Meskipun secara harfiah bisa berbeda makna.

Namun, semakin lama saya merenungi persoalan ini, semakin yakin bahwa
“perguruan tinggi yang tidak melakukan upaya serius dalam komersialisasi hasil riset dan teknologinya, akan berpotensi terjerumus dalam komersialisasi pendidikan yang semakin dalam.”

Berhentilah sejenak untuk menyelami kata-kata tersebut. Mutu pendidikan yang harus dijaga dan ditingkatkan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jika kekuatan utama operasional sebuah lembaga pendidikan pada tuition-fee saja, dengan inflasi yang selalu meningkat, tidak ada cara lain kecuali harus selalu menaikan biaya kuliah guna mengimbangi pertumbuhan.

Kesadaran dan perubahan cara pandang ini telah mengubah sejumlah besar perguruan tinggi untuk mengubah cara mereka melakukan R&D, pembelajaran dan pembangunan jejaring kerjasama.

Workshop terpanjang yang pernah saya ikuti, akhir 2011, selama hampir 3 minggu membahas tentang persoalan seputar komersialisasi teknologi, studi kasus dari berbagai negara Asia, disponsori oleh Ministry of Knowledge Based Economy -Korsel. Telinga saya merasa ada hal yang aneh ketika semua nara sumber tuan rumah Korea selalu mengucapkan istilah R&BD, bukan R&D sebagaimana wakil dari negara-negara lain biasanya mengucapkan. Pada akhirnya kami mengetahui bahwa hampir di seluruh lembaga terkait inovasi di Korea sudah terbiasa dengan istilah R&BD- research & business development. Ternyata itulah satu langkah penting mereka dalam mengubah paradigma riset di perguruan tinggi dan juga lembaga litbang pemerintah. Untuk mendapatkan grant riset sekala besar, mereka harus menggunakan pendekatan R&BD dan akan diseleksi dengan validasi yang sama, R&BD. Dan sejak itu, pemerintah telah menghemat biaya riset dengan dampak yang signifikan.

Guru startup, Steve Blank – profesor di Stanford University, sangat pedas mengkritik cara-cara lama perguruan tinggi melakukan riset. Waterfall method is deaf and blind. Cara kita melakukan sebuah riset sama sekali tidak mempedulikan apa yang diinginkan customer. Blank mempromosikan sebuah cara untuk mengantisipasi kegagalan komersialisasi teknologi dengan pendekatan “customer development”. Product development tidak dipisahkan dengan customer development. Tahap prototiping (MVP-minimum viable product) harus dibarengi dengan customer validation. Pivot ini bertujuan untuk menjamin product-market fit.

Seiring perjalanan waktu, dikalangan praktisi pengembang startup juga telah melakukan berbagai eksperimen untuk tujuan serupa, bagaimana survival dalam ekosistem yang sangat dinamis dengan menggunakan sumberdaya terbatasnya secara efisien. Pendekatan Lean Startup (dipopulerkan Eric Ries) mendefinisikan ulang tetang kegagalan produk menjadi langkah terstruktur sebagai proses pembelajaran yang harus seawal mungkin dialami, sebagai alat feedback bukan sebagai kegagalan. Dengan ukuran-ukuran yang terdefinisi baik, umpan balik tersebut akan menigkatkan kesuksesan komersialisasi.

Kemunculan Technologi Business Incubator (TBI) disaentro kampus adalah untuk tujuan yang sama. Sayangnya praktek di Indonesia lagi-lagi diambil mudahnya, TBI dipraktekkan menjadi BI (Business Incubator) saja. Dihilangkannya term technology bisa karena bisnis berbasis teknologi lebih sulit dibanding bisnis apa saja. Perpres no 27 thn 2013 tentang inkubator wirausaha adalah cerminan kegamangan ini. Padahal kalau Anda mencari terminologi resmi tentang inkubator, seperti di UNESCO, hanya ada Technology Business Incubator.

Ya begitulah…..para akedemisi alergi dengan komersialisasi teknologi, dan para perintis bisnis dan industri ogah dengan komoditi teknologi sendiri. Inilah dosa (baca- ketidakselarasan) kita.
Balada negeri ‘pembeli teknologi sejati’.

Salam,
IwanIwut
“If you do what you always did, you will get what you always got” – Albert Einstein


Leave a Reply